Halaman

BK Sahabat Siswa

BK Sahabat Siswa

Jumat, 25 Desember 2015

Cita-citaku

Cita-cita adalah suatu impian dan harapan seseorang akan masa depannya, bagi sebagian orang cita-cita itu adalah tujuan hidup dan bagi sebagian yang lain cita-cita itu hanyalah mimpi belaka. Bagi orang yang menganggapnya sebagai tujuan hidupnya maka cita-cita adalah sebuah impian yang dapat membakar semangat untuk terus melangkah maju dengan langkah yang jelas dan mantap dalam kehidupan ini sehingga ia menjadi sebuah akselerator pengembangan diri namun bagi yang menganggap cita-cita sebagai mimpi maka ia adalah sebuah impian belaka tanpa api yang dapat membakar motivasi untuk melangkah maju. Manusia tanpa cita-cita ibarat air yang mengalir dari pegunungan menuju dataran rendah, mengikuti kemana saja alur sungai membawanya. Manusia tanpa cita-cita bagaikan seseorang yang sedang tersesat yang berjalan tanpa tujuan yang jelas sehingga ia bahkan dapat lebih jauh tersesat lagi. Ya, cita-cita adalah sebuah rancangan bangunan kehidupan seseorang, bangunan yang tersusun dari batu bata keterampilan, semen ilmu dan pasir potensi diri.
Bagaiman jadinya jika kita memiliki beribu-ribu batu bata, berpuluh-puluh karung semen dan berkubik-kubik pasir serta bahan-bahan bangunan yang lain untuk membuat rumah namun kita tidak mempunyai rancangan bentuk rumah itu nanti. Alhasil akan tidak sesuai bahkan jauh dari kata standar.
Dahulu ada sebuah tradisi kurung ayam, balita yang sudah berumur beberapa bulan dikurung dalam sebuah kurungan ayam yang ditutuipi kain. Lalu di sekeliling kurungan tersebut disimpan berbagai macam benda yang mewakili profesi seperti gitar (musisi), spidol (pengajar/guru), sarung tinju (atlit), pesawat-pesawatan (pilot) dan lain-lain. Lalu orang tua akan memperhatikan benda apakah yang pertama kali diambil oleh balita tersebut, jika ia mengambil terompet maka orang tua akan beranggapan sang bayi kelak akan menjadi seorang musisi atau berpotensi menjadi seorang musisi. Namun tampaknya adat semacam ini jarang dilakukan lagi. Nilai yang dapat diambil dari tradisi semacam ini adalah bahwa orang tua mempunyai peranan penting dalam memfasilitasi anaknya untuk mengeksplorasi bakat dan minat yang dipunyainya. Dan membantu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Cita-cita bukan hanya terkait dengan sebuah profesi namun lebih dari itu ia adalah sebuah tujuan hidup. Seperti ada seseorang yang bercita-cita ingin memiliki harta yang banyak, menjadi orang terkenal, mengelilingi dunia, mempunyai prestasi yang bagus dan segudang cita-cita lainnya. Namun seorang muslim tentunya akan menempatkan cita-citanya di tempat yang paling tinggi dan mulia yaitu menggapai keridhaan Allah SWT.
Seperti dalam otobiografi dari Dahlan Iskan Ketegasan sang Ayah, kelembutan Ibu, keceriaan adik kecilnya dan sahabat yang ia punya membuat Dahlan tidak pernah mengeluh dengan kemiskinan melekat pada dirinya. Ayah Dahlan sering berkata bahwa “kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa.” Dari petuah bijak sang Ayah inilah yang memberi dorongan agar Dahlan terus berjuang. Berjuang menuntut ilmu, karena seperti kata Ustaz Ilham, bahwa kemiskinan bukan halangan untuk mereguk ilmu sebanyak mungkin. Serta berjuang keras meraih cita-cita terbesarnya untuk memilki sepatu dan sepeda. Dahlan kecil harus rela kakinya lecet-lecet akibat jalan berkilo-kilo meter menuju ke sekolah tanpa menggunakan alas kaki. Dahlan juga tidak tau bagaimana rasanya menggunakan sepatu.
Hasil dan kerja kerasnya mampu untuk menjadikannya sebagai tokoh inspiratif bagi siapapun yang menginginkannya.




0 komentar:

Posting Komentar